Dahulu kala di Negeri Antah Berantah, tinggallah seorang ratu yang cantik jelita. Sang ratu memiliki kebiasaan aneh, yaitu mengkoleksi aneka macam cermin dengan berbagai macam ukuran. Cermin-cermin itu digantungkan di dinding kamar Sang ratu sehingga dinding kamarnya penuh dengan cermin. Sang ratu sangat suka mematut diri di depan cermin-cermin itu dan mengagumi kecantikan dirinya. Hampir sepanjang hari ia melakukannya dan tak bosan-bosannya ia berlenggak-lenggok di depan cermin-cerminnya.
Pada suatu hari, saat ratu sedang menyisir rambutnya, tiba-tiba cermin yang dipegangnya terjatuh dan pecah. Sang ratu marah besar. Ia memerintahkan pengawalnya untuk membelikannya cermin baru.
” Maaf, Yang Mulia. Tapi bukankah Paduka sudah memiliki banyak sekali cermin. Untuk apa Paduka membeli cermin lagi?” Tanya pengawalnya.
” Kurang ajar. Berani sekali kau menentang perintahku. Cepat pergi dan bawakan aku sebuah cermin untuk mengganti cerminku yang pecah. Atau kau ingin aku hukum, haa?”
Pengawal itu pun bergegas pergi ke toko cermin. Namun sayangnya, kata si pemilik toko tak ada lagi cermin yang dapat dijualnya.
” Semua cerminku sudah habis dibeli oleh ratu. Jadi tak ada lagi yang dapat ku berikan padamu, ” kata pemilik toko.
Dengan gelisah si pengawal berjalan menyusuri pasar untuk mencari cermin yang diminta oleh Sang ratu. Namun setiap toko yang didatanginya selalu memberikan jawaban yang sama. Dengan putus asa, pengawal itu kembali ke istana. Namun di tengah perjalanan ia bertemu dengan seorang pemuda yang tertidur di bawah pohon. Di samping pemuda itu tersendar sebuah cermin besar yang ditutup dengan selembar kain. Pengawal itu lalu menghampiri pemuda tersebut dan memintanya untuk menjual cermin itu padanya. Pemuda itu ragu.
” Apa Tuan tahu, cermin ini bukan cermin biasa. Aku khawatir jika nantinya justru akan mencelakakan diri Tuan sendiri, ” kata pemuda itu.
” Tapi jika aku kembali tanpa membawa cermin, Yang Mulia Ratu pasti akan menghukumku. Jadi tolonglah aku, ” pinta pengawal ketakutan.
Pemuda itu diam sejenak.
” Baiklah, Tuan. Aku akan menolong anda. Aku akan menghadap Ratu dan akan menyerahkan cermin ini pada Yang Mulia Ratu, ” kata pemuda itu.
Akhirnya, mereka berdua menghadap Sang ratu. Ratu senang karena keinginannya untuk memperoleh cermin baru terwujud. Ia tak sabar untuk segera mematut diri di depan cermin barunya itu.
” Maafkan hamba, Yang Mulia. Sebelum Yang Mulia membelinya, hamba hanya ingin mengingatkan jika cermin ini bukanlah cermin biasa. Cermin ini akan menunjukkan wajah asli dari orang yang bercermin padanya. Jadi hambamohon sebaiknya Yang Mulia mempertimbangkan lagi keinginan Paduka itu, ” kata si pemuda.
” Lancang! Berani sekali kau berkata seperti itu. Apa kau mau aku hukum, haa? ” Kata ratu murka. Pemuda itu ketakutan.
” Maaf, Yang mulia. Hamba hanya ingin mengingatkan Paduka. Tapi jika memang Paduka menginginkan cermin ini, dengan senang hati hamba akan mempersembahkannya untuk Paduka, ” kata si pemuda sambil menyerahkan cermin itu.
Ratu segera menerimanya dengan senang. Ia segera bercermin. Namun ketika melihat bayangannya di cermin, Sang ratu menjerit kaget. Ia lalu menatap si pemuda dengan murka.
” Hai, anak muda. Apa maksud ini semua? Mengapa wajah cantikku berubah menjadi penuh dengan ulat di dalam cermin ini? Apa kau mau menghinaku, haa?” kata ratu marah.
Si pemuda menyembah dan menjawab dengan ketakutan.
” Maafkan hamba, Yang Mulia. Hamba tidak pernah sekalipun mencoba menipu apalagi menghina Paduka. Bukankah hamba sudah menjelaskan bahwa cermin itu akan menunjukkan wajah asli seseorang yang bercermin padanya, “
” Jadi maksudmu itu adalah wajahku yang sebenarnya ?” Tanya ratu lagi.
” Maaf, Yang Mulia. Menurut hamba, itu mungkin adalah peringatan bagi Paduka, bahwa Paduka jangan hanya menyibukkan diri dengan memandangi wajah cantik Paduka lewat cermin. Tanpa bercermin pun, wajah Paduka sudah sangat cantik. Sebaiknya Paduka lebih mementingkan nasib rakyat Paduka. Karena masih banyak rakyat yang memmbutuhkan perhatian dari Paduka. Maaf, Paduka. Bukan maksud hamba untuk menggurui Paduka. Namun hamba hanya mencoba mengartikan maksud dari cermin tersebut. Jadi mohon Paduka mengampuni hamba,” kata pemuda itu sambil menyembah.
Ratu tertegun mendengar ucapan pamuda itu. Ia sadar bahwa selama ini ia memang terlalu sibuk bercermin hingga urusan rakyat terabaikan.
” Terima kasih, anak muda. Kamu benar. Selama ini aku memang terlalu sibuk bercermin. Mulai sekarang, aku berjanji akan lebih mementingkan rakyatku. Dan satu hal lagi. Bolehkah aku membeli cerminmu ?”
Pemuda itu terkejut.
” Untuk apa, Yang Mulia?” Tanyanya heran.
” Sebagai peringatan supaya aku tidak melalaikan tugasku dalam menyejahterakan rakyatku. Bukankah memang itu tugas seorang pemimpin?” Jawab ratu.
” Jika memang demikian, dengan senang hati hamba akan mempersembahkan cermin ini untuk Paduka,” kata si pemuda.
Sejak saat itu, ratu tak lagi sibuk dengan cerminnya. Bahkan, kini kamarnya tak lagi dipenuhi oleh ribuan cermin. Hanya ada satu cermin yang ada di dinding kamarnya, yaitu cermin ajaib pemberian si pemuda. Bahkan seluruh cerminnya ia bagikan pada rakyat yang membutuhkannya. Dan negeri itu pun semakin makmur dan tenteram berkat cermin ajaib yang selalu mengingatkan Sang ratu apabila ia lalai dalam tugasnya.
Latar ceritanya di mana ya....
BalasHapus