Pak Dirjo adalah seorang petani. Ia tinggal di sebuah rumah di lereng gunung. Ia tinggal seorang diri. Istrinya sudah lama meninggal dan ia tidak memiliki seorang anak. Tinggal sendirian membuat ia merasa kesepian. Karena itulah ia sering menggerutu dan selalu mengeluh.
Musim hujan membuat Pak Dirjo semakin sering menggerutu. Rumah tuanya sudah bocor di sana-sini. Sementara untuk memperbaikinya, ia tidak punya uang. Lagipula menurutnya percuma saja diperbaiki. Umurnya paling sudah tidak lama lagi. Siapa yang akan menempati rumahnya nanti bila ia mati. Demikian menurutnya. Selain itu hujan membuat rumahnya sering kebanjiran. Belum lagi banyak nyamuk. Pak Dirjo benar-benar merasa kesal.
Suatu malam, Pak Dirjo kembali menggerutu. Ia tidak bisa tidur karena banyak nyamuk di rumahnya. Ia merasa sangat terganggu dengan kehadiran nyamuk-nyamuk itu.
" Huh, mengapa Tuhan menciptakan binatang yang bisanya cuma mengganggu ini? Huh, bisa habis darahku dihisapnya. Dasar binatang pangganggu, " gerutu Pak Dirjo.
Pak Dirjo lalu mengeluarkan sepeda tuanya dan pergi ke warung untuk membeli obat pembasmi nyamuk. Letak warung itu agak jauh dari rumahnya. Makanya ia pergi dengan naik sepeda. Sepanjang perjalanan ia terus menggerutu.
Ketika Pak Dirjo kembali ke rumahnya, ia heran karena banyak tetangganya yang berkumpul di depan rumahnya sambil memanggil-manggil namanya.
" Ada apa ini?" tanya Pak Dirjo heran. Tetangganya menoleh dan serempak mereka mengucapkan syukur saat melihat kehadiran Pak Dirjo.
" Syukurlah, Pak. Bapak tidak apa-apa. Kami sangat cemas saat mendengar tebing dibelakang rumah Bapak longsor. Kami takut Bapak kenapa-napa," jawab Pak Ahmad, tetangga Pak Dirjo.
" Ha, longsor?" Pak Dirjo baru sadar jika sebagian rumahnya roboh terkena longsoran tebing. Ia lemas seketika karena rumahnya kini hancur. Namun ia merasa sangat bersyukur karena selamat dari bahaya.
" Untung aku tadi ke warung membeli obat pembasmi nyamuk. Kalau tidak, pasti aku sudah celaka, " gumamnya.
Tiba-tiba Pak Dirjo sadar, kalau kepergiannya ke warung tadi telah menyelamatkan dirinya dari malapetaka. Dengan kata lain, ia telah diselamatkan oleh nyamuk yang telah mengganggunya. Jika tadi ia tidak terganggu oleh gigitan nyanuk, pasti ia sudah tidur dan bisa jadi ia menjadi korban longsoran tebing yang menghancurkan rumahnya.
" Oh, Tuhan. Ampunilah kesalahanku. Aku sudah menghina ciptaanMu. Bagaimanapun juga segala makhluk yang Kau ciptakan pasti memiliki manfaat. Dan nyamuk yang selama ini aku anggap sebagai binatang pengganggu dan tak bermanfaat justru telah menyelamatkan aku dari bahaya. Ampuni aku, Ya Tuhan," kata Pak Dirjo dalam hati.
" Pak, sebaiknya mulai sekarang Bapak tinggal di rumahku saja. Bapak kan tidak punya saudara. Lagipula aku juga tinggal sendiri," kata Ujang menawarkan bantuan. Pak Dirjo tersenyum.
" Terima kasih, Jang. Tapi apa aku tidak merepotkanmu?" Tanya Pak Dirjo ragu.
" Tidak, Pak. Aku malah senang kalau Bapak mau tinggal bersamaku. Aku kan sudah tidak punya orang tua. Jadi Bapak bisa sebagai pengganti ayahku. Bagaimana, Pak?" tawar Ujang.
" Baiklah, Jang. Aku akan tinggal bersamamu," kata Pak Dirjo kemudian.
Sejak saat itu, Pak Dirjo tinggal bersama Ujang. Dan ia kini tidak pernah lagi mengeluh apalagi menggerutu karena ia kini tidak kesepian lagi. Mereka pun hidup dengan tenteram dan bahagia.